Thursday 7 May 2015

Mencuci Piring Sendiri itu Kebaikan, Mencucikan Piring Orang Lain itu Kebajikan

Mencuci piring merupakan kegiatan yang paling saya benci dari berbagai kegiatan lainnya yang tidak terlalu saya sukai, seperti lari keliling lapangan dua kali atau mengerjakan PR fisika. Berkali-kali mama meminta saya untuk mencuci piring, padahal saya sudah sengaja menyapu, mengepel, bahkan mencuci mobil agar tidak perlu disuruh mencuci piring lagi. Berbagai alasan dilancarkan; supaya kurus, melatih kelincahan, membuat tangan halus, perempuan harus bisa berbenah, dan lain sebagainya. Namun, alasan yang paling berarti buat saya adalah ketika mama tiba-tiba menghela napas lalu menegur saya, "Cici tuh harus ngerti, mencuci piring sendiri itu kebaikan, tapi mencucikan piring orang lain itu kebajikan."

Butuh waktu beberapa tahun buat saya untuk menyadari maksud dari teguran mama. Saat itu saya mengira mama hanya sekadar menegur. Akhirnya, saya mencak-mencak dan pergi ke dapur untuk mencuci piring juga. Saya berpikir, kalimat tersebut bisa saya pakai nanti jika saya sudah punya anak, supaya saya tidak harus mencuci piring lagi. Namun, jika dipikirkan kembali, ternyata ada arti tersembunyi dalam kalimat tersebut; kewajiban melayani.

Seringkali kita memikirkan tentang diri kita sendiri. Saya tidak mengatakan kita tidak boleh memikirkan diri sendiri sama sekali. Tidak. Memikirkan diri sendiri itu baik; apa yang harus dikenakan besok saat ke sekolah atau kerja, apa yang akan dimakan esok pagi supaya seharian tidak lapar, apa yang harus dikerjakan besok agar PR fisika selesai namun makalah Biologi juga dapat dicicil dan belajar untuk ulangan bahasa Inggris bisa terlaksanakan juga. Namun, bukan berarti kita harus terus menerus egois dengan memikirkan diri sendiri. Kita tidak hidup sendiri, ada orang lain di sekitar kita yang sebetulnya akan sangat terbantu jika kita mau mau membuka hati dan mengulurkan tangan kita. Mungkin hal ini terdengar klise, tetapi, pada dasarnya, kita adalah makhluk sosial. Orang lain membutuhkan kita sama halnya seperti kita membutuhkan orang lain.

Lagipula, melayani orang lain tidak harus melayani dengan melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa. Kalau Anda bisa melakukan hal-hal yang besar, syukur Alhamdulillah. Tetapi, arti dari melayani itu sendiri bukan hanya sekadar melakukan hal-hal besar. Melayani berarti ketulusan hati untuk menolong orang lain, sekecil apapun bentuknya, agar beban berat orang tersebut terangkat, meskipun dalam jumlah sedikit. Melayani berarti mengorbankan waktu dan tenaga, sesedikit apapun, untuk membuat orang lain merasa lebih bahagia. Melayani berarti melakukan kebajikan.

Mengucapkan terima kasih atau tolong, tersenyum pada orang asing, mengucapkan salam pada guru atau atasan, mengambilkan selembar uang Rp 5.000,00 yang jatuh dari kantung Anda. Tidak perlu mengeluarkan uang banyak, dan tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam; tapi Anda sudah melakukan pelayanan. Buat Anda, mungkin hal ini tidak berarti apa-apa. Tetapi, bayangkan jika Anda ada dalam posisi mereka. Bayangkan jika Anda sedang kerepotan membawa plastik belanjaan berisi susu bayi, mi instan, ayam goreng untuk makan malam, sayur bayam dan kangkung, dan sebagainya. Anda merasa kerepotan membuka pintu toko karena Anda harus meletakkan semua tetek bengek Anda ke lantai, dan tiba-tiba ada seorang asing yang menahan pintu untuk Anda, mempersilakan Anda lewat sebelum orang itu sendiri keluar. Apa rasanya? Atau ketika Anda sedang merasa murung, dan tiba-tiba seorang asing tersenyum ramah pada Anda ketika Anda masuk ke dalam kereta. Rasanya seperti masih ada kebaikan di dunia ini, bukan? (Kalau Anda merasa emosional, memang Anda akan merasa seperti melebih-lebihkan suasana).

Melayani dengan melakukan hal-hal yang besar sangat diharapkan. Memberikan sumbangan sebesar seperempat dari kekayaan kita untuk anak-anak kelaparan di Papua, menjadi dokter atau guru untuk dikirim ke pelosok daerah terpencil, mendedikasikan waktu kita untuk menjadi volunteer dalam posko bencana alam. Hal-hal tersebut merupakan kebajikan yang luar biasa, tapi jarang dapat dilakukan karena event-event tersebut tidak terjadi setiap hari. Lihatlah ke sekeliling Anda, bukalah telinga Anda untuk mendengar jeritan minta tolong yang disamarkan dengan rintihan halus, ketuklah pintu hati Anda untuk "mencucikan piring orang lain". Banyak orang yang membutuhkan pelayanan Anda, sekecil apapun. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah Anda mau menyebarkan kebajikan-kebajikan ke dunia sekitar Anda?

No comments:

Post a Comment